BAB II
PEMBAHASAN
1. Bidang usaha yang dapat
dimasukkan Usaha Kecil
Banyak sekali bidang usaha yang dapat
dimasukkan atau digolongkan sebagai usaha kecil, di antaranya adalah:
a) Bidang peternakan dan
perikanan
Pada bidang peternakan banyak masyarakat Indonesia yang menjadi pengusaha
pakan ternak, menjadi penyalur ayam petelur, serta menyediakan hewan kurban.
Namun, penghasilannya tidak melebihi usaha besar. Pada bidang perikanan
masyarakat Indonesia banyak yang membuat kolam pemancingan, yang ditaburi
berbagai jenis ikan, misal ikan lele yang jika dipanen dapat disalurkan ke para
pengusaha pecel lele.
b) Bidang restoran/rumah
makan
Pada bidang ini yang sering dijumpai adalah warung makan lesehan yang
banyak tersebar di pinggir-pinggir jalan. Makanan yang disajikan biasaya tidak
terlalu mewah, misal ayam bakar bakar, bebek bakar, maupun pecel lele. Usaha
ini sangat termasuk dalam usaha kecil, karena biasanya bersifat informal.
c) Industri pengolahan
makanan
Maksudnya, ialah industri rumahan yang biasanya membuat makanan khas dari
suatu daerah untuk dijadikan oleh-oleh bagi siapapun yang berkunjung ke daerah
tersebut. Contohnya, di Lampung terdapat sentral industri keripik, pada
industri ini banyak ditemui bahkan rata-rata masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai pengrajin pembuat keripik pisang dengan aneka rasa.
d) Pengrajin Kain khas
Contohnya, pembuatan kain Tapis dari Lampung. Hal ini juga dapat dimasukkan
sebagai jenis usaha kecil karena hanya berskala regional/sangat kecil.
Kain-kain Tapis yang dihasilkan biasanya dapat dijadikan oleh-oleh bagi para
wisatawan yang berkunjung ke daerah Lampung.
2. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil
Pada umumnya terdapat dua faktor yang
menyebabkan usaha kecil ini terhambat perkembangannya, yaitu faktor internal
dan eksternal[1],
berikut ini penjelasannya:
A. Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan dan
Terbatasnya Akses Pembiayaan Permodalan: hal ini biasanya terjadi
karena usaha kecil menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang
sifatnya tertutup, yang hanya mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya
sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan
lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang
diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan
terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua
UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM): keterbatasan
kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan
dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya,
sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Hal tersebut
dapat terjadi karena usaha kecil biasanya bersifat tradisonal dalam pembuatan
produk-produknya dan juga turun temurun dalam proses regenerasinya.
3. Lemahnya Jaringan Usaha
dan Kemampuan Penetrasi Pasar: jenis usaha kecil yang pada umumnya
merupakan usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan
kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan
jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif
sehingga kalah bersaing dengan produk-produk buatan para pelaku usaha besar.
Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta
didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang
baik.
4. Mentalitas Pengusaha
UKM: Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan
mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha
usaha kecil menengah itu sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain
kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat
ingin mengambil risiko.
5. Kurangnya
Transparansi: Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM
tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan
dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha
tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam
mengembangkan usahanya.
B. Faktor
Eksternal
1. Iklim Usaha Belum
Sepenuhnya Kondusif: dalam upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
dari tahun ke tahun selalu diawasi dan dievaluasi perkembangannya dalam hal
kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan
tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan
investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto
(investasi).
2. Terbatasnya Sarana dan
Prasarana Usaha: faktor kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, juga dapat menyebabkan sarana dan prasarana
yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan
usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan
dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena
mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar: praktek
pungutan liar (pungli) menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah
pengeluaran yang tidak sedikit. Pungli biasanya dilakukan oleh para preman yang
berada disekitaran tempat para pelaku usaha kecil berjualan, misalnya para
pengusaha warung makan lesehan sering mintai jatah preman dengan alasan uang
keamanan. Selain itu juga, pungli sering dilakukan oleh oknum pegawai
deperindag yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi. Hal ini tidak hanya
terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap
minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi
Daerah: ternyata undang-undang yang dilahirkan untuk otonomi daerah juga
dapat menjadi faktor penghambat berkembangnya usaha kecil menengah. Contohnya,
dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai
otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini
akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa
pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM.
Apabila kondisi ini tidak segera dibenahi
maka akan menurunkan daya saing UKM.
5. Implikasi Perdagangan
Bebas: Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan
APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk
bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut
untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar
kualitas seperti isu kualitas, isu lingkungan, dan isu Hak Asasi Manusia (HAM)
serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh
negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk
itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan
komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan
Ketahanan Pendek: maksudnya ketahanan pendek di sini adalah, barang-barag
yang dihasilkan oleh industri kecil tidak bertahan lama, hal ini dikarenakan
dalam proses pembuatannya hanya menggunakan peralatan seadanya. Dengan kata
lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan
lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar: terbatasnya
akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan
secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses
Informasi: selain akses pembiayaan, usaha kecil menengah juga menemui
kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Informasi yang diperoleh para
pelaku usaha kecil tidaklah banyak, sehingga mereka kurang dalam berinovasi
dalam menciptakan suatu produk. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk
dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi
lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar
internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar
tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
a) Manajemen yang dihadapi
Usaha Kecil
Untuk
mengembangkan bisnis usaha kecil agar lebih produktif, maka diperlukan beberapa
sistem manajemen yang perlu dilakukan. Sistem manajemen tersebut sangatlah berguna
bagi para pelaku usaha kecil, jadi diperlukan beberapa pemahaman dan
diperhatikan yang mendalam supaya dapat melaksanakan manajemen usaha kecil yang
baik dan benar. Berikut ini beberapa manajemen yang dihadapi oleh usaha kecil
beserta penjelasannya:
- Manajemen
strategis:
Manajemen
strategis adalah suatu ilmu dalam penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian
keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan suatu perusahaan mencapai
sasarannya[4]. Berdasarkan definisi
tersebut maka manajemen strategis berfokus pada proses
penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan
perencanaan untuk mencapai sasaran, serta mengalokasikan sumber daya untuk
menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
Manajemen strategis selalu mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai
bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi. Ada tiga
tahapan dalam manajemen strategis, yaitu perumusan strategi, pelaksanaan
strategi, dan evaluasi strategi. Manajemen strategis merupakan aktivitas
manajemen tertinggi yang biasanya disusun oleh dewan direksi dan
dilaksanakan oleh CEO serta
tim eksekutif organisasi tersebut. Manajemen strategis memberikan arahan
menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat dengan bidang perilaku organisasi. Manajemen strategis
berbicara tentang gambaran besar. Inti dari manajemen strategis adalah
mengidentifikasi tujuan organisasi, sumber dayanya, dan bagaimana sumber daya
yang ada tersebut dapat digunakan secara paling efektif untuk memenuhi tujuan
strategis. Manajemen strategis di saat ini harus memberikan fondasi dasar atau
pedoman untuk pengambilan keputusan dalam organisasi. Ini adalah proses yang
berkesinambungan dan terus-menerus.
Pada manajemen strategis
terdapat rencana strategis organisasi merupakan dokumen hidup
yang selalu dikunjungi dan kembali dikunjungi. Bahkan mungkin sampai perlu
dianggap sebagaimana suatu cairan karena sifatnya yang terus harus
dimodifikasi. Seiring dengan adanya informasi baru telah tersedia, dia harus
digunakan untuk membuat penyesuaian dan revisi.
Manajemen strategis berkaitan dengan bagaimana
manajemen menganalisis sasaran strategis (visi, misi, tujuan) serta kondisi internal dan
eksternal yang dihadapi perusahaan. Selanjutnya, perusahaan harus menciptakan
keputusan strategis. Keputusan ini harus mampu menjawab dua pertanyaan utama:
1. Industri apa yang digeluti perusahaan usaha kecil
tersebut;
2. Bagaimana perusahaan usaha kecil tersebut harus bersaing harus bersaing dengan
usaha besar lainnya;
3. Tindakan diambil untuk menjalankan keputusan tersebut.
Tindakan yang perlu dilakukan akan mendorong manajer untuk mengalokasikan
sumber daya dan merancang organisasi untuk mengubah rencana menjadi kenyataan.
- Manajemen risiko
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan
terstruktur dalam mengelola ketidak pastian yang berkaitan dengan ancaman[5].
Ancaman yang dimaksud adalah gangguan yang dapat menghambat bahkan mematikan
bisnis usaha kecil. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan
risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko,
dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko
tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau
legal (misalnya bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan
hukum). Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang
dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Kemudian, sasaran dari pelaksanaan
manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang
berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima
oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan
oleh lingkungan,teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di
sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia
bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff,
dan organisasi).
b) Permodalan Usaha Kecil
Dalam
menjalankan suatu usaha kecil yang menjadi fakor pendukung adalah modal. Memang
patut diakui masalah klasik dari pengembangan suatu usaha kecil adalah
permodalan, berikut ini beberapa cara untuk mendapatkan modal dalam bidang
usaha kecil:
1. Dana
sendiri: untuk bisa memperoleh modal usaha kecil
salah satu dengan menggunakan dana sendiri. Misalnya saja dengan menggunakan
dana simpanan yang sudah ditabung selama ini. Apabila masih kurang, bisa
menutupi kekurangan dana tersebut dengan menjual sebagian aset berharga yang
dimiliki saat ini, seperti sertifikat kepemilikan atas tanah.
2. Mencari
dana hibah: cara yang kedua ini biasanya dilakukan dengan mengajukan
proposal bantuan dana kepada pihak pemerintah ataupun swasta yang mau
mengembangkan usaha kecil di Indonesia. Untuk teknis penyaluran dananya
biasanya melalui event-event competition, yang dimaksud dengan
event-event competition misalnya dengan mengadakan lomba proposal bisnis.
Proposal tersebut berisi rincian barupa bahan-bahan dan modal yang dibutuhkan
dalam membentuk suatu usaha kecil, kemudian melakukan presentasi di hadapan
dewan juri semenarik mungkin dan tentunya produk yang dihasilkanpun harus
kreatif dan penuh inovasi agar mendapat dana bantuan hibah tersebut.
3. Menjalin
kerjasama
Menjalin kerja sama adalah cara yang
sekarang ini banyak dijalankan. Seperti bekerjasama dengan teman, dalam
merintis usaha kecil atau industri rumahan yang tentunya menghasilkan nilai
ekonomi. Pada penawaran kerja sama, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
cara kita meyakinkan rekan kerja sama kita tersebut mengenai prospek ke
depannya atas usaha kecil yang akan dirintis. Berikan pula keterangan mengenai
berapa persen pembagian hasil antara rekan kerja sama kita tersebut
dengan pelaku usaha kecil
sendiri, sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Bila perlu
buat perjanjian hitam diatas putih, untuk mengantisipasi bila terjadi sesuatu
dikemudian hari.
c)
Risiko yang dihadapi Usaha Kecil
Risiko adalah satu
problem yang biasa dihadapi oleh para pelaku usaha kecil. Secara umum
risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau
perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Resiko ini
bermacam-macam, ada yang kecil dan ada juga yang sangat besar dimana tingkat
menimbulkan kerugiannyapun cukup tinggi. Diperlukan kiat-kiat khusus bagi para
pelaku usaha kecil agar mampu mengatasi risiko-risiko tersebut dan mampu
mempertahankan bisnis usaha kecil yang sedang dijalaninya.
Risiko
dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk :
1. risiko
spekulatif, dan
2. risiko
murni.
1. Risiko spekulatif
Risiko spekulatif adalah
suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan
juga dapat memberikan kerugian. Risiko ini sifatnya belum pasti terjadi dikarenakan
banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi, apakah suatu usaha kecil tersebut
pada akhirnya akan mengalami kerugian atau tidak. Risiko spekulatif sering juga
dikenal dengan istilah risiko bisnis(business risk). Seseorang yang
menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan. Kemungkinan
pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya merugikan. Risiko
yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif. Risiko spekulatif adalah
suatu keadaan yang dihadapi yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat
menimbulkan kerugian.
2. Risiko murni
Risiko murni (pure risk) adalah
sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan
tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila perusahaan
menderita kebakaran,maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian.
Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran, dengan demikian kebakaran
hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada
kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Risiko murni adalah
sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan
tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan risiko murni adalah
dengan asuransi.
Apabila suatu usaha kecil telah
mengasuransikan usahanya dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan.
itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat
diasuransikan (insurable risk). Adapun perbedaan utama antara
risiko spekulatif dengan risiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak,
untuk risiko spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk
risiko murni tidak dapat kemungkinan untung
BAB III
PENUTUP
-Kesimpulan:
1) Usaha Kecil dan Menengah adalah salah satu bagian penting dari perekonomian
suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara Indonesia UKM ini sangat
memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat.
2) Adapun ciri-ciri perusahaan kecil dan menengah di Indonesia, secara umum
adalah:
a. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas
antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola
dalam UKM, modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik
modal;
b. Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki
orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan;
c. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana
yang kecil Usaha Kecil Menengah tidak saja memiliki kekuatan dalam ekonomi,
namun juga kelemahan.
3) Manajemen strategis adalah suatu ilmu dalam
penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional
yang dapat memungkinkan suatu perusahaan mencapai
sasarannya.
4) Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola
ketidak pastian yang berkaitan dengan ancaman.
5) Kemitraan usaha adalah: “kerjasama usaha antara usaha
kecil dengan usaha menengah atau besar disertai pembinaan dan pengembangan
dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan”.