Jumat, 14 Juni 2013

Belajar Kaya dari Umar bin Al-Khathab


Suatu ketika Umar bin Al-Khathab ra berpesan:
“Jika keluar gaji, belikanlah kambing sebagiannya. Demikian pula gaji selanjutnya. Kemudian jadikanlah itu harta pokok.”

Pesan tersebut jelas, ia mengajak kita semua untuk membangun ASET, yaitu suatu hak milik bernilai yang dapat mengalirkan pemasukan terus-menerus dengan produktif. Sebagai khalifah, Umar memang menyita perhatian banyak sejarahwan. Bukan hanya karena kesuksesannya di bidang politik dan militer, tapi juga kaidah-kaidah ekonomi yang diletakkannya terbukti menjadi dasar dari hampir seluruh “ilmu kekayaan” modern saat ini.

Lebih jauh lagi, dalam banyak literatur penelitian tercatat Umar bin Al-Khathab ra juga sudah menerapkan konsep-konsep permodalan, distribusi, management karyawan hingga strategi promosi/iklan. Hal yang tentunya lebih perlu dipelajari oleh para pengusaha Muslim, ketimbang banyak berkutat dengan metode-metode “barat” dalam membangun dan mengembangkan usaha mereka. Bukan berarti tidak bisa atau dilarang bekerjasama dengan entitas non-muslim, Umar pun banyak menjalin persekutuan bisnis dengan bangsa Persia dan Romawi, namun yang perlu menjadi perhatian adalah perlunya umat Muslim memperhatikan dan menerapkan kaidah-kaidah dasar ekonomi Islam yang ditanamkan oleh Umar bin Al-Khathab ra.

Dari segi finansial pun tidak banyak yang mampu menyamai “prestasi” Umar bin Al-Khathab ra. Sepeninggalnya, tercatat dalam sejarah bahwa Umar bin Al-Khathab ra meninggalkan harta kekayaan sebanyak 70.000 properti berupa ladang. Properti memang bidang usaha yang banyak digeluti oleh Umar. Jika dirupiahkan, total harta kekayaan peninggalannya tersebut mencapai 11,2 triliun rupiah aset produktif yang memberikan penghasilan mencapai 233 Miliar rupiah per-bulannya. Suatu angka yang fantastis, mengingat kesibukannya sebagai pemimpin umat dan kepala negara.

Namun demikian, kehidupan keseharian Umar bin Al-Khathab ra jauh dari kesan mewah. Ia tetap makan dan berpakaian dengan sederhana, bersedekah, dan menggunakan kekayaannya untuk kepentingan dakwah meskipun ia adalah seorang “konglomerat”. Suatu sikap yang pantas ditiru dan saat ini tengah menjadi trend yang banyak dipertontonkan oleh para pengusaha Muslim di Indonesia, termasuk di Makassar. Kita berdoa, semoga ini menjadi awal kebangkitan perekonomian Islam di negara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar