BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Kasus Bank Century
Hiruk pikuk seputar kasus Bank Century, yang kini
telah berganti nama menjadi Bank Mutiara, menyita perhatian banyak elemen
masyarakat. Tema besar kasus tersebut adalah korupsi. Lakon para
legislator/Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (baca: Panitia Khusus/Pansus Hak Angket
Bank Century) dalam upaya pembongkaran kasus Bank Century, disimak secara luas
oleh masyarakat melalui pemberitaan berbagai media massa, baik cetak maupun
elektronik. Bahkan masyarakat sendiri dapat melihat jalannya persidangan Pansus
Hak Angket Bank Century melalui program Breaking News yang disiarkan secara
langsung (Live Streaming) oleh beberapa televisi swasta. Pemerintah (DepKeu)
dan Bank Indonesia (BI) yang sementara ini dituduh sebagai pihak-pihak yang
paling bertanggungjawab atas pengucuran dana talangan (bailout) kepada Bank
Century—yang dinilai telah merugikan negara sekitar Rp6,76 Trilyun—melakukan
pembelaan diri, seolah tidak ada yang keliru dengan mekanisme dan keputusan
yang telah diambilnya.
Para politisi di luar parlemen saling adu argumen. Di
satu pihak partai politik tertentu mempertanyakan komitmen partai lain atas
koalisi politik yang telah mereka bangun bersama, sedangkan di pihak lain
partai yang dituduh “berkhianat” membela dirinya atas nama kebenaran dan
keberpihakan kepada rakyat. Rakyat yang tidak puas dengan kinerja parlemen dan
pemerintah melakukan unjuk rasa di mana-mana menuntut tegaknya kebenaran dan
keadilan.
Secara kronologi kasus Bank Century dimulai pada
tahun 1989 oleh Robert Tantular yang mendirikan Bank Century Intervest
Corporation (Bank CIC). Tahun 1999 pada bulan Maret Bank CIC melakukan
penawaran umum terbatas pertama dan Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji
kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.
Pada tahun 2002 Auditor Bank Indonesia menemukan rasio
modal Bank CIC amblas hingga minus 83,06% dan CIC kekurangan modal sebesar Rp
2,67 triliun. Tahun 2003 bulan Maret bank CIC melakukan penawaran umum terbatas
ketiga.
Bulan Juni Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas
keempat. Pada tahun 2003 pun bank CIC diketahui terdapat masalah yang
diindikasikan dengan adanya surat-surat berharga valuta asing sekitar Rp 2
triliun yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan
sulit dijual.
BI menyarankan merger untuk mengatasi ketidakberesan
pada bank ini. Tahun 2004, 22 Oktober dileburlah Bank Danpac dan Bank Picco ke
Bank CIC. Setelah penggabungan nama tiga bank itu menjadi PT Bank Century Tbk,
dan Bank Century memiliki 25 kantor cabang, 31 kantor cabang pembantu, 7 kantor
kas, dan 9 ATM. Tahun 2005 pada bulan Juni Budi Sampoerna menjadi salah satu
nasabah terbesar Bank Century Cabang Kertajaya Surabaya.
BAB II
PEMBAHASAN
KASUS BANK CENTURY
Tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan
likuiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya seperti
Budi Sampoerna akan menarik uangnya yang mencapai Rp 2 triliun. Sedangkan dana
yang ada di bank tidak ada sehingga tidak mampu mengembalikan uang nasabah dan
tanggal 30 Oktober dan 3 November sebanyak US$ 56 juta surat-surat berharga
valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar
Keadaan ini semakin parah pada tanggal 17 November,
Antaboga Delta Sekuritas yang dimiliki Robert Tantular mulai tak sanggup
membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang dijual Bank Century
sejak akhir 2007.
Pada
20 November 2008, BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century
sebagai bank gagal berdampak sistemik. Keputusan itu kemudian disampaikan
kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK). Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008.
Berdasarkan audit BPK, rapat tertutup itu dihadiri
oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai ketua KSSK, Raden Pardede selaku
Sekretaris KSSK, Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi
(UKP3R) Marsilam Simanjuntak, dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK.
Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite
Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century
sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menerima aliran dana penanganan Bank
Century melalui LPS.
Saat rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memutuskan nasib Bank
Century, Marsilam masih menjabat sebagai Ketua UKP3R. Akan tetapi
keikutsertaanya dalam kapasitas sebagai penasihat Menteri Keuangan RI dan
seagai narasumber.
Dari rapat tersebut diputuskan menyuntikkan dana ke
Bank Century sebesar Rp 632 miliar untuk menambah modal sehingga dapat
menaikkan CAR menjadi 8%. Enam hari dari pengambilalihan LPS mengucurkan dana
Rp 2,776 triliun pada Bank Century untuk menambah CAR menjadi 10%. Karena
permasalahan tak kunjung selesai Bank Century mulai menghadapi tuntutan ribuan
investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp 1,38 triliun yang
mengalir ke Robert Tantular.
Bank yang tampak mendapat perlakuan istimewa dari Bank
Indonesia ini masih tetap diberikan kucuran dana sebesar Rp 1,55 triliun pada
tanggal 3 Februari 2009. Padahal bank ini terbukti lumpuh.
Pada 5 Desember 2008 LPS menyuntikkan dana kembali
sebesar Rp 2,2 triliun untuk memenuhi tingkat kesehatan bank. Akhir bulan
Desember 2008 Bank Century mencatat kerugian sebesar Rp 7,8 triliun.
Pada Bulan Juni 2009 Bank Century mencairkan dana yang telah diselewengkan
Robert sebesar Rp 180 miliar pada Budi Sampoerna. Namun, dibantah oleh Budi
yang merasa tidak menerima sedikit pun uang dari Bank Century. Atas pernyataan
itu LPS mengucurkan dana lagi kepada Bank Century sebesar Rp 630 miliar untuk
menutupi CAR. Sehingga, total dana yang dikucurkan kepada Bank Century sebesar
Rp 6,762 triliun.
A.
Resiko Sistemik
Beberapa Menkeu saat itu Sri Mulyani menyatakan bahwa
alasan menyelamatkan Bank Century karena bank ini ‘berpotensi sistemik’ dalam
merusak sistem perbankan nasional. Karena ada ‘resiko sistemik’
maka Negara –dalam hal ini LPS– bertanggung jawab untuk menyuntikkan dana
6,7 triliun rupiah ke bank tersebut.
Sebuah argumen yang masih layak diperdebatkan, apakah
sistemik yang dimaksud ?. Benarkah hipotesis bahwa kalau Bank Century tidak
diselamatkan –alias langsung ditutup saja– akan ada potensi kerusakan sistemik
?.
Ataukah itu
hanya imajinasi paranoid dari para bankir sayap kanan –ideologi yang sama yang
meruntuhkan perbankan pada 1998 dan Amerika pada dekade ini ?
Menkeu juga berkali-kali menyatakan bahwa kebijakan
itu sah. Bahwa kebijakan ini telah melalui prosedur formal yang benar, sesuatu
yang kemudian terbantahkan sebagian oleh kenyataan bahwa Perpu
JPS telah ditolak DPR; dan bukti bahwa keputusan itu tanpa
ijin/persetujuan lebih dahulu dari pemegang mandat politik, yaitu Tuan Presiden / Wapres.
Khusus
untuk Presiden, sampai hari ini tidak ada konfirmasi apakah SBY
menyetujui hal ini pada pertemuan tanggal 13 November 2008.
Beberapa
pengamat –diantaranya Tuan Antonius Tony Prasetyantono, Chief Economist
BNI dan dosen FE-UGM– menyatakan bahwa tidak ada potensi kerugian dalam kasus
ini.
Seperti juga Kepala LPS, Tuan Firdaus Djaelani, mereka
menyatakan bahwa kerugian negara dalam kasus Bank Century adalah hipotetis
karena bisa dijual dengan harga lebih mahal daripada dana suntikannya,
sebuah mitos yang sejak BLBI pertama tidak pernah terbukti. Mungkin kita masih
ingat, recovery rate eks BPPN hanyalah sebesar 28%.
Kita perlu mengujinya satu per satu beberapa argumen
yang ditawarkan pada publik belakangan ini.
Pertama, sistemik.
Sampai hari ini BI dan Menkeu sebagai KKSK tidak pernah menjelaskan dengan
gamblang apa itu resiko sistemik dan bagaimana itu bisa terjadi. Yang parah
bahwa penjelasan sistemik itu barangkali tidak sampai di telinga
Presiden dan Wapres sampai konfirmasi terakhir tanggal 25 November 2008
saat Sri Mulyani melapor pada Wapres, 2 hari setelah pengucuran
pertama sebesar 2,7 triliun pada tanggal 23 Nov.
Sistemik telah berubah menjadi loncatan logika
yang ngawur. Sebuah problem di sebuah bank kecil yang diawali oleh
kesalahan kriminal para bankirnya dipetakan sebagai punya potensi pengaruh pada
keseluruhan sistem perbankan nasional.
Imajinasi yang dibangun bahwa bila dibiarkan atau
ditutup maka hal ini akan menciptakan rush pada perbankan nasional
perlu diuji : apakah benar ?.
Adakah
penjelasan teknis mengenai hal ini ?. Ataukah jangan-jangan ada deposan besar
tertentu yang perlu dilindungi atau ditalangi oleh LPS ?.
Bagaimana
saling terkait dengan bank atau institusi lain sehingga berpotensi sistemik ?
Berbagai gosip di dunia bawah tanah perbankan menduga
bahwa ada deposan besar yang tersangkut uangnya dan harus ditalangi;
mengganggu dan menuntut penjelasan apa yang
dimaksud sistemik tersebut.
Yang
menyakitkan adanya pikiran bahwa karena kesalahan kriminal di sebuah bank
–ingat kasus Bank Century diawali oleh tindak penerbitan reksadana
bodong dan eksposure kredit yang nakal– dapat ‘dibantu negara’ ketika
ia bersifat sistemik. Apa ini ?
Seperti
berpesan : “jadilah penjahat yang punya pengaruh sistemik,
pastilah dibantu negara.”
Para
pengamat dan juga Menkeu selalu bilang bahwa uang talangan bukanlah
uang negara. Apa benar ?
Setoran awal LPS senilai 4 triliun merupakan uang
negara. Premi dari peserta penjaminan LPS pada akhirnya sebenarnya
adalah uang rakyat.
Ketika
premi dihabiskan –atau menjadi mahal karena resiko sistemik yang diciptakan
para bankir nakal– maka bebannya ditaruh pada pundak para deposan dan kreditur.
SBI 6,5% tapi KPR 15%, selisih yang
besar karena ada resiko pada sistem, harus ditanggung dengan
membebankan premi pada ‘biaya’. Dan jatuhlah pada tanggungan Anda,para
nasabah bank.
Pradjoto mengatakan bahwa yang menjadi masalah
sebetulnya adalah mengapa Bank Century bisa dikatakan sistemik. Hanya saja,
lanjut Pradjoto, hal itu sulit diukur karena tidak mungkin menggunakan
parameter yang berlaku saat ini untuk menjangkau masa lampau.
Menurutnya, jika terjadi keadaan bank seperti
yang dahulu dialami Century pada saat ini, kemungkinan besar bank bersangkutan
akan ditutup. Artinya, persoalan sistemik yang dialami Century sangat
dipengaruhi krisis ekonomi global saat itu.
Mengapa kita harus mengukur potensi sitemik
dengan parameter yang berlaku saat ini ?. Justru yang paling tepat adalah menggunakan
parameter saat lalu. Ketidaktepatan pengambilan keputusan penyelamatan tidak
hanya tergantung pada ‘potensi sistemik’ tetapi juga pada aspek kecukupan dan
kelengkapan pertimbangan lainnya seperti aspek cost, benefit dan risiko juga
tergantung pada sudah diidentifikasinya semua alternatif pilihan penggambilan
keputusan.
Tidak
tercapainya tujuan pengambilan keputusan pada saat ini bisa juga dianalisis
dari kecukupan hal-hal tersebut.
Kedua, soal
sah. Menkeu selalu berlindung pada argumen bahwa kebijakan ini diambil secara
sah. Menkeu lupa bahwa dalam azas kebijakan publik, sah saja tidak
pernah cukup. Ada azas lain yang lebih penting, yaitu adil.
Semua
kebijakan Pak Harto juga sah; bahkan praktis semua kasus korupsi
modern juga sahkarena secara administratif telah memenuhi syarat formal.
Korupsi
modern diatur dalam ruang aturan legal yang ketat, melalui proses tender,
ditetapkan melalui aturan formal dan sah. Kesalahan kriminal
segelintir orang kok ditanggung oleh kita bersama ?.
Ketiga, potensi
kerugian. Beberapa pengamat –seperti Toni– bilang bahwa tidak ada kerugian
negara dalam kasus Bank Century. Apakah benar ?.
Bahkan
bila Toni memperhitungkan PV (present value) dari suntikan dana ini pada 3
tahun mendatang; apakah tidak ada potensi kerugian ?.
Benarkah
kita bisa menjamin bahwa pada 3 tahun mendatang nilai penjualan Bank Century
lebih besar dari 6,7 triliun ?.
Siapakah
yang mau membeli dengan nilai lebih dari 6,7 triliun ketika aset dan resiko
manajemennya jauh lebih rendah dari angka itu ?.
Apalagi
mengingat pengalaman 1998 ketika recovery rate aset eks bank hanyalah 28% ?
Yang lebih tidak masuk akal adalah wacana yang
dilontarkan pengamat –misalnya Toni– ini dinyatakan sebelum audit (BPK)
dilakukan.
Tidak
ada laporan faktual yang kredibel yang menjelaskan posisi aset sebenarnya Bank
Century, berapa kewajibannya, berapa Dana Pihak Ketiganya serta berapa aset
bersih wajarnya ?
Baiklah barangkali para anggota di DPR yang membongkar
kasus ini punya pretensi dengan bayangan kerugian besar tapi menyatakan bahwa
Century tidak berpotensi kerugian merupakan imajinasi sesat.
Keempat,
yang paling mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa beberapa pihak yang terlibat
merupakan jantung dari kabinet SBY, sekarang dan kabinet mendatang. BI
bersalah karena gagal melakukan pengawasan yang baik, pimpinannya waktu itu
adalahBoediono yang sekarang jadi Wapres terpilih.
Boediono
bahkan ditunjuk Jenderal SBY untuk memimpin penyusunan program kerja 100
harinya. Pihak lain yang terlibat adalah Nyonya Sri Mulyani, Menkeu sekarang
dan dipastikan salah satu jantung mesin ekonomi SBY di kabinet
mendatang.
Luar biasa, dengan orang-orang yang
sama, cara berpikir yang sama serta cara mengelolakebijakan publik
yang sama, menurut saya mengkhawatirkan untuk membayangkan bagaimana mesin
kabinet SBY mengolah kebijakan publik di masa depan.
Dengan kasus yang identik di masa depan ataukah kasus
lain, sulit mengharapkan adanya keluaran kebijakan berbeda pada periode
mendatang.
Orang
yang sama, cara berpikir yang sama dan cara mengelola kebijakan publik yang
sama merupakan resiko yang melekat pada kabinet SBY mendatang.
Dan
kasus Bank Century membuat gamblang bagaimana resiko sistemik yang
melekat padakabinet mendatang.
B.
Hasil audit
BPK
Hasil audit interim BPK atas Century itu telah
diserahkan kepada DPR pada 28 September 2008. Pada tanggal 30 September laporan
awal audit BPK mengungkapkan bahwa banyak kejangggalan dalam masalah pengucuran
dana pada Bank Century.
Pada akhirnya BPK menemukan 9 temuan dalam kasus Bank
Century diantaranya Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menyatakan bisa menangani sebagian besar dari sembilan temuan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dalam kasus Bank Century jika sesuai dengan kewenangan KPK dan
ditemukan cukup bukti. Satu-satunya temuan BPK yang tidak bisa ditangani
KPK adalah temuan ketujuh, tentang penggunaan FPJP oleh manajemen Bank Century.
Sementara enam temuan lain bisa ditangani KPK jika memenuhi ketentuan dalam
Undang-Undang KPK. KPK membagi temuan BPK dalam tiga periode.
Pertama periode sebelum pengucuran FPJP. Tiga temuan
BPK masuk dalam periode itu, yakni ketidaktegasan BI dalam menerapkan aturan
akuisisi dan merger tiga bank menjadi Bank Century, ketidaktegasan pengawasan
BI, dan praktik tidak sehat oleh pengurus Bank Century.
Kedua, setelah kucuran FPJP. Selain temuan ketujuh,
temuan ketiga juga dimasukkan dalam periode ini. Temua ketiga berupa pemberian
FPJP dengan mengubah ketentuan BI.
Ketiga, periode sejak ditangani LPS. Temuan BPK yang
masuk periode ini penentuan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak
didasarkan data mutakhir (temuan keempat), penanganan oleh LPS dilakukan
melalui Komite Koordinasi yang belum dibentuk oleh undang-undang (temuan
kelima).
Kemudian penanganan Bank Century oleh LPS tidak
disertai perkiraan biaya penanganan sehingga terjadi penambahan (temuan
keenam), pembayarankepada pihak ketiga selama Bank Century berada dalam
pengawasan khusus (temuan ketujuh), dan penggelapan dana kas 18 juta dolar AS
(temuan kedelapan).Uang LPS yang dikucurkan adalah uang negara meski sudah
dipisahkan. Pengertian pemisahan dana LPS adalah dipisahkan dari APBN. Dengan
demikian, uang LPS sama statusnya dengan uang sejumlah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sebagai uang negara yang dpipisahkan dari APBN.
C.
Panitia Khusus (Pansus) Century
Atas temuan BPK yang janggal tersebut DPR melakukan
hak angket. Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan
penyelidikan kembali. Panitia Khusus Hak Angket yang dibentuk terdiri dari
139 anggota dari 8 fraksi, diketuai oleh Idrus Marham. Tujuan dari pansus ini
adalah mengadakan penyelidikan selama 3 bulan kepada pihak-pihak yang
bertanggung jawab dan yang berhubungan dengan bank Century dengan meminta
kesaksian dari ihak-pihak tersebut.
1.
Kesaksian Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani bertanggung jawab penuh
atas keputusan penyelamatan Bank Century berdasarkan data awal nilai bailout
dari BI sebesar Rp 632 miliar. Pada 13 November 2008, Sri Mulyani pernah
membicarakan krisis keuangan global dan perbankan nasional kepada Presiden dan
Wakil Presiden. Dalam pembicaraan tersebut diberitahukan bahwa keadaan bisa
memburuk karena Bank Century kalah kliring. SBY mengatakan perlu ada
langkah-langkahpencegahan, sementara JK tidak ingin ada penjamin penuh terhadap
Bank Century.
Sri Mulyani telah melaporkan keputusan KSSK untuk
memberikan dana talangan pada Bank Century kepada Presiden SBY dan Wakil
Presiden JK melalui SMS. SMS tersebut ia kirimkan pada 21 November 2008 sekitar
pukul 8.30 WIB. Komisi XI DPR, pada saat rapat kerja pada 3 Desember 2008, juga
menyatakan perlunya penjamin penuh atas Bank century.
Selain itu, Sri Mulyani tidak puas atas
berubah-ubahnya data yang diberikan BI terkait dana yang dibutuhkan untuk
penalangan. Pada 21 November 2008, tiga hari data terus berubah hingga mencapai
Rp 6,7 triliun. Menurutnya, tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan
dari bailout ini. Masyarakat justru diuntungkan karena dana talangan mencegah
Indonesia dari krisis ekonomi internasional saat itu. Bank kecil seperti Bank
Century, tidak termasuk ke dalam 15 bank besar yang disebut Systematically
Important Bank (SIP), juga bisa menimbulkan dampak sistemik dalam situasi krisis.
Krisis yang sudah terjadi di Indonesia bisa menjadi
sistemik seperti 1998 lalu jika Bank Century tidak diselamatkan. Tanda-tandanya
sudah ada. Semenjak 21 November 2008, penanganan Bank Century oleh Lembaa
Penjamin Simpanan tak lagi menggunakan Perppu JPSK. Penanganan melalui bailout
Rp 6,7 triliun tersebut berdasarkan UU LPS.
2.
Kesaksian Mantan Gubernur BI Boediono
Boediono menyatakan, kehadiran Kepala Kerja Program
Reformasi Marsilam Simanjuntak dalam rapat KSSK sebagai narasumber. Boediono
tidak ingat secara pasti detail rapat KSSK. Pemberian dana talangan tidak wajib
dilaporkan olehnya kepada Wakil Presiden.
Dana
Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI (YKKBI) di Century bukan alasan penyelamatan
Bank Century. Berapa pun besarnya kerugian yang diderita BI untuk menyelamatkan
Bank Century di waktu krisis tidak akan menjadi masalah, dibandingkan dengan
harus menutup bank tersebut.Mutasi mantan Direktur Pengawasan I Zainal Abidin
pada bulan Desember 2008 bukan karena Zainal menentang perubahan aturan pemberian
FPJP. Mutasi Zainal Abidin pada saat itu bertujuan untuk meningkatkan kerja.
Boediono tidak mengumumkan pada public soal gagal
kliring yang dialami Bank Century, sehingga menyebabkan bank
tersebut rush. Definisi keuangan negara dalam LPS diserahkan pada ahli hokum
tata negara dan ahli hokum keuangan negara.
3. Kesaksian Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla
Mantan Wakil Presiden M. Jsufu Kalla menyatakan krisis
yang mengganggu perekonomian nasional hanya sebagai keadaan yang tidak biasa.
Ada krisis, tetapi tidak signifikan. Pada tahun 2008 tidak ada kepanikan. Pada
1998, inflasi mencapai 75%, tetapi pada 2008 inflasi hanya 3%. Selain itu, suku
bunga yang terjadi pada 1998 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga
2008. PPada 2008, kurs rupiah anjlok hingga Rp 12.000 per dolar AS. Namun
anjloknya nilai tukar saat itu dianggap wajar. Sebab, aliran dana asing keluar
dari Indonesia.
JK juga mengatakan bahwa Bank Century tidak mengalami
rush atau kepanikan dengan penarikan dana besar-besaran. Menurut JK yang
terjadi adalah Bank Century kalah kliring dan itu bukan disebabkan adanya rush.
Bailout yang dikeluarkan untuk Bank Century berpotensi merugikan negara. Bank
Century seharusnya tidak perlu diselamatkan karena dananya dirampok oleh
pemilik bank itu sendiri, Robert Tantular.
Uang LPS masuk kategori uang negara. Hal ini
disebabkan dalam Undang-Undang LPS, LPS bertanggung jawab kepada Presiden.
Selain itu, JK menolak usulan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 4/2008, tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan atau Perppu JPSK. JK juga
tidak menerima laporan via SMS dari Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 21
November 2008. Laporan kebijakan melalui SMS adalah suatu tindakan yang tidak
patut untuk kebijakan penting. JK baru mengetahui adanya masalah
Bank Century saat Sri Mulyani dan Gubernur BI Boediono melapor di Istana Wakil
Presiden, Jakarta Pusat, 25 November 2008 empat hari setelah Bank Century
diputuskan sebagai bank gagal berdampak sistemik. JK juga tidak pernah
mengintervensi penangkapan mantan pemilik Bank Century oleh polisi, melainkan
memerintahkan penangkapan itu.
4. Kesaksian Mantan Kabareskrm Komisaris Jenderal Susno Duadji
Mantan Kabareskrim Komisaris Jenderal Susno Duadji
mengatakan Bank Indonesia pernah melaporkan pemilik Bank Century, Robert
Tatular, ke Mabes Polri. Namun, laporan tersebut disampaikan setelah Robert
Tantular ditangkap Mabes Polri atas perintah Wakil Presiden Jusuf Kalla. BI
menyerahkan berkas-berkas laporannya itu dua hari setelah penangkapan Robert.
Susno Duadji mengakui bahwa Polri mendapat perintah
penangkapan Robert Tantular dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada 25 November
2008 saat dirinya memberitahukan kepada BI untuk menagkap pemilik Bank Century,
petinggi BI menganggap bukti-buktinya belum cukup.
Oleh karena itu, meski Wakil Presiden Jusuf Kalla
telah memerintahkan kapolri untuk menangkap Robert Tantular, baru setelah dua
jam Kapolri bisa menangkapnya. Ketika itu ada kekhawatiran Robert kabur
mengingat semua keluarganya sudah diungsikan ke luar negeri.
Menurut Susno, apa yang dilakukan Robert adalah murni
perampokan. Uang nasabah yang dicuri lebih kurang Rp 1,298 triliun yang
disembunyikan di sejumlah negara dan sebagian sudah dibekukan.
D.
Sidang Paripurna DPR
Sidang paripurna DPR Tentang Skandal Century - Panitia
Hak Angket DPR untuk kasus Bank Century menyimpulkan bahwa kebijakan akuisisi
dan merger tiga bank, yakni CIC, Dampac, Picco melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Akuisisi ini pun syarat dengan penipuan,
pencucian uang yang dilakukan pemilik dan pengurus bank.
"Permasalahan Bank Century telah muncul sejak
proses akuisisi merger Bank CIC, Bank PICCO dan Bank Dampac, yang tidak
dilaksanakan menurut peraturan-peraturan yang berlaku." demikian awal
kesimpulan Pansus Hak Angket DPR untuk Kasus Bank Century yang dibacakan
ketuanya, Idrus Marham.
Bahkan, Pansus menilai proses akuisisi dan
merger itu telah melanggar peraturan perundang-undangan, syarat penipuan dan
praktik pencucian uang oleh pemilik, pengurus dan pejabat bank. Praktik
penipuan dan pencucian uang yang dilakukan manajemen Bank Century, dilakukan
secara terus menerus ini terjadi, akibat lemahnya pengawasan otoritas Bank
Indonesia.
Pihak BI pun dinilai tidak tegas dalam menindak pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan manajemen Bank Century. Bahkan, BI justru memberikan kebijakan
yang berlebihan terhadap proses akuisisi merger Bank Century. Padahal, pemilik
bank jelas-jelas tidak melaksanakan komitmen-komitmen-nya.
Dalam kesimpulan Pansus ini, sebagian besar fraksi
yang ada menyatakan beberapa pejabat perbankan dan institusi lainnya yang
diduga bertanggung-jawab atas semua pelanggaran dalam kasus Bank Century. Nama
mantan Gubernur BI yang kini Wakil Presiden, Boediono, dan mantan Ketua Komite
Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang kini Menteri Keuangan, Sri Mulyani,
termasuk pejabat yang dianggap paling bertanggung-jawab. Selain sejumlah
pejabat perbankan, juga disebutkan pihak-pihak lain dari pemilik dan manajemen
Bank Century. Pansus merekomendasikan agar semua pihak yang diduga
bertanggung-jawab ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini
Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi
1. Demi
menjaga stabilitas ekonomi, kriminal atau tidak, bobrok ngga bobrok, Bank
Century ini harus diselamatkan at all cost.
2. Dana
talangan yang dikucurkan pemerintah dan BI, Sri Mulyani dan Boediono terus naik
mencapai Rp 6,3 Trilyun. Digelontorkan sejak 23 November 2008. Dasarnya karena
masalahnya membesar dan pemerintah harus menambah suntikan dana (Perppu Nomor 4
Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan). Kalau ini tidak dilakukan,
kerugian yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi akan jauh lebih masif.
3. Alasan
utama bail-out Bank Century, versi Pemerintah dan BI :
Bail out harus dilakukan karena bisa secara sistemik merembet dan mengguncang ekonomi nasional, melalui
Bail out harus dilakukan karena bisa secara sistemik merembet dan mengguncang ekonomi nasional, melalui
A. Terganggunya
sistem pembayaran nasional, b. guncangan pada stabilitas pasar uang, nilai
rupiah rupiah, dan menurunnya cadangan devisa, c. merembet ke bank-bank lain,
d. pelarian besar-besaran modal ke luar negeri, e. masuk ke sektor riil, f. dan
akhirnya, faktor psikologis masyarakat dan pasar yang tidak rasional, terutama
saat krisis global, membuat ini bisa mengguncang ekonomi Indonesia secara umum,
g. Indonesia bisa masuk jurang krisis ekonomi jilid II
B. Untuk
menyelamatkan Bank Century, BI juga merubah aturan syarat kecukupan modal
(CAR), dari 8% menjadi 0%. Perubahan peraturan termasuk juga memungkinkan
deposan-deposan besar diatas Rp 2 milyar yang sebelumnya tidak dijamin, bisa
mendapatkan uangnya kembali.
C. Pendapat
Kontra Bail-out :
a. Bank
Century terlalu kecil untuk bisa mempengaruhi sistem keuangan dan ekonomi
Indonesia secara umum. Aset Century cuma 0,05 persen dari total aset perbankan
Indonesia.
b. Bank
Century diselamatkan bukan karena faktor sistemik, tapi konspirasi sementara
pejabat BI untuk menyelamatkan deposan besar, seperti Budi Sampoerna dengan
simpanan Rp 2 Trilyun (diantaranya pendapat ICW).
c. Para
deposan besar ini diantaranya adalah penyumbang kampanye SBY (status : rumor,
belum ada bukti, dan buku “Gurita Cikeas”).
d. Kekacauan
Bank Century awalnya adalah kelemahan Bank Indonesia dalam mengawasi bank
nakal. BI harus bertanggung jawab.
Para tokoh kontra bail out : Kwik Semakin Gie, Anwar
Nasution (Ketua BPK), mantan Wapres Jusuf Kalla, Amien Rais, ekonom Imam
Sugema, dll.
4. KPK
meminta BPK yang dipimpin Anwar Nasution mengaudit Bank Century. KPK dan Anwar
Nasution percaya ada indikasi korupsi dalam penyelamatan Bank Century. KPK juga
menyadap salah satu petinggi Polri.
5. Dua
logika berlawanan yang bisa terjadi.
a. Bank
Century tidak perlu diselamatkan, karena Indonesia tidak krisis.
b. Indonesia
berhasil tidak masuk krisis, justru karena Century diselamatkan.
Faktanya
adalah saat itu adalah awal mula krisis global di negara maju yang bisa
merembet ke Indonesia, dan banyak orang kaya di Indonesia yang jelas grogi
dengan keamanan uangnya di Indonesia.
6. Alasan
riil Angket Bank Century oleh DPR bisa ada 3
DPR
ingin memperjuangkan rakyat. Pihak-pihak di DPR ingin main politik, baik itu
untuk menjatuhkan pemerintah, merebut kemenangan di Pemilu berikutnya, maupun
untuk semata-mata meningkatkan daya tawar politik.
Lupa
adanya urusan lain yang lebih kritis, seperti tingkat pengangguran yang terus
bertambah dan daya saing nasional Indonesia yang makin menurun.
Banyak pihak yang menilai bahwa sebenarnya Bank
Century tidak pantas mendapat bailout. Beberapa alasan tersebut didasari oleh
fakta bahwa Bank Century adalah bank menengah kebawah yang tidak akan
menimbulkan resiko sistemik bila terjadi kebangkrutan. Pada waktu itu, total
aset bank tersebut adalah sekitar Rp 15 triliun, tak lebih dari 0,75 persen
dari total aset perbankan. Jumlah nasabah yang 65 ribu orang itu hanya sekitar
0,1 persen dari total nasabah perbankan dan hanya memilki sekitar 65 cabang.
Yang kedua adalah karena kewajiban antar banknya hanya sekitar Rp750 milyar
sehingga bila bank ini bangkrut tidak akan terlalu mempengaruhi bank lain
secara langsung. Alasan ketiga adalah karena pada dasarnya bank ini bukanlah
bank yang sehat(akan dibahas setelah ini).Beberapa pakar menyebutkan bahwa Bank
Century di-bailout karena terkait masalah politis namun kita tidak akan
membahas mengenai hal itu. Persoalan yang lebih jelas adalah resiko sistemik
yang terkandung dalam kasus Bank Century ini. Resiko sistemik adalah resiko
terjadinya multiplier-effect dari ditutupnya sebuah bank terhadap hancurnya
bank-bank lain. Darmin Nasution mengatakan, Bank Century diselamatkan karena
jika dibiarkan mati, dikhawatirkan menyebabkan 23 bank lainnya juga bermasalah
akibat di-rush nasabahnya. Ke-23 bank tersebut merupakan bank-bank yang selevel
dan memiliki hubungan bisnis dengan Bank Century. Di tengah krisis keuangan,
kebangkrutan sebuah bank bisa merembet cepat ke bank lain yang selevel. Hal ini
bisa kita analisis bahwa akan timbul sistemik risk secara direct dan indirect.
Resiko secara langsung terjadi karena Bank Century memiliki hubungan bisnis
dengan bank lain sehingga bila bank ini bankrut tentu akan mempengaruhi bank
lain dan berpotensi terjadi kebangkrutan berantaui Resiko secara tidak langsung
terjadi karena bila suatu bank bangkrut maka akan berpengaruh terhadap
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Hilangnya kepercayaan ini akan
beresiko menimbulkan rush terhadap banyak bank yang walaupun tidak memiliki
hubungan langsung dengan Century akan ikut terkena dampaknya karena memiliki
level bank yang hampir sama. Hal ini juga diperparah karena cadangan uang LPS
hanya sekitar Rp18 triliun sedangkan kewajiban penjaminan pada masa itu sekitar
500-600 triliun rupiah sehingga tentu saja kepercayaan nasabah akan penjaminan
LPS akan dipertanyakan. Masih belum cukup parah, kondisi perekonomian dunia
yang sedang terguncang oleh krisis dan banyaknya uang yang ter-repatriasi
kembali ke Amerika Serikat akan cukup menjadikan jajaran pengambil kebijakan
ekonomi Indonesia merinding ketakutan bila ternyata resiko sistemik ini
benar-benar terjadi.
Dari dua analisis data diatas dapat kita ambil bahwa
keputusan bailout Century berada pada posisi diantara fakta yang kurang
mendukung adanya bailout dan resiko sistemik yang sangat besar jika tidak
adanya bailout. Namun sampai pada titik ini, kami mendukung adanya bailout
karena. Pertama, alasan sistemik diatas, pada kondisi biasa mungkin memang
hanya bank dengan criteria 10 terbesar saja yang dapat menimbulkan resiko
sistemik, namun pada kondisi ekonomi global seperti saat itu pendapat ini perlu
dikaji ulang. Kedua, walaupun memiliki size yang menengah kebawah, kasus
Bank Century ini mendapat porsi yang sangat besar dalam pemberitaan media.
Perlu diingat bahwa pengaruh media di Indonesia sangatlah besar dalam
menentukan suatu pilihan keputusan masyarakat umum. Ketiga, tipikal
masyarakat Indonesia adalah tipe masyarakat yang latah terhadap suatu fenomena.
Rush terhadap satu bank akan memicu rush-rush di bank lain. Selain itu
rata-rata masyarakat Indonesia masih cukup awam mengenai permasalahan keuangan
seperti ini. Walaupun kami yakin bahwa nasabah yang memiliki pengetahuan
memadai tidak akan melakukan rush namun nasabah lain belum tentu demikian.
Hasil akhir dari kerja pansus Century selama 3 bulan
dibahas dalam sidang Paripurna DPR yang dilaksanakan tanggal 2 sampai 3 Maret
2010. Sidang Paripurna yang dilaksanakan 2 hari tersebut hanya membahas 2 opsi
kesimpulan dan rekomendasi penyelidikan yang dihasilkan oleh Pansus Century.
Inti Opsi pertama (A) menyatakan pemberian Fasilitas
Peminjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) tidak
bermasalah karena dilakukan untuk mencegah krisis dan sudah berdasar peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan opsi kedua (C), menyatakan baik
pemberian FPJP maupun PMS bermasalah dan merupakan tindak pidana.
Posisi
sikap fraksi 6 : 3 untuk yang menganggap bailout bermasalah (opsi C). Enam
fraksi memilih opsi C. PKB, PD, dan PAN memilih opsi A.
Opsi A adalah posisi bagi mereka yang menganggap tidak
ada penyalahgunaan wewenang. Layaknya hitam putih, opsi C adalah sebaliknya,
fraksi yang menengarai penyalahgunaan wewenang memilih opsi ini
Dari 6 fraksi yang memilih opsi C, hanya empat yang akan menyebut nama.
Nama-nama yang di sebut diletakkan di matrik di bawah point ketiga kesimpulan
akhir Pansus Century. Kesimpulan di susun per opsi (A/C) berikut poin poin
pandangan fraksinya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tema besar kasus Bank Century adalah
korupsi. Kemunculannya setelah kasus yang disebut sebagai kriminalisasi
petinggi KPK, membuat orang bertanya-tanya: skenario apa yang sedang dimainkan?
Lakon para anggota Pansus Hak Angket Bank Century, perdebatan antarpartai
politik, pembelaan diri pihak yang dimintai tanggungjawabnya, dan pemberitaan
media yang sangat hangat segera disambut dengan demonstrasi/unjuk rasa
masyarakat di seluruh pelosok tanah air. Masyarakat menilai ada yang salah
dengan kinerja petingginya. Ada unsur ketidaksetiaan para petinggi negara
kepada konsensus bersama yang tidak lain merupakan nilai yang diperoleh dari
realitas transendens, yang disebut dengan nama “Tuhan” oleh masyarakat modern.
Fenomena ini harus segera diatasi.
Ternyata masalah sesungguhnya dari Bank Century baru muncul ketika dana
bailout mulai bergulir dan kejanggalan dalam neracanya mulai terungkap.
Kelemahan manajemen mulai ramai setelah kekacauan reksadana Antaboga
Deltasekuritas yang dikeluarkan Bank Century. Dari sini bisa kita
simpulkan bahwa sebenarnya bailout untuk Century memang diperlukan namun
dibalik itu ternyata banyak fakta bahwa kinerja dan tata kelola Century yang
sangat buruk. Sebuah ironi memang, ketika kita terpaksa menolong orang jahat
agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi orang banyak. Namun yang
lebih penting adalah bagaimana kita mengambil hikmah dan pelajaran dari
peristiwa ini. UU PJSK yang mampu melindungi perbankan harus diimbangi dengan
pengawasan dan tindakan tegas bagi pelanggar peraturan BI.
Tanpa diduga sebelumnya, upaya pemerintah
menyelamatkan Bank Century dari kehancuran akibat perampokan sistematis yang
dilakukan pemiliknya berkembang cepat dan langsung masuk ke pusat medan politik
nan panas. Sejatinya, pengucuran dana (yang menurut Menkeu Sri Mulyani sebatas
menaikkan CAR atau rasio kecukupan modal) sebesar Rp. 6,7 triliun hanya akan
berbuntut pada pengusutan hukum di BPK, KPK atau kepolisian jika terindikasi
ada oknum yang merekayasa pengucuran dana tersebut.
Artinya, dengan asumsi ada orang-orang di pemerintahan dan di manajemen Bank
Century yang menikmati keuntungan secara haram dari pengucuran dana, maka kasus
ini, seperti biasa, akan kembali menambah daftar panjang koruptor dan penjahat
berkerah putih Indonesia.
B.
Saran
Menurut saya dalam menghadapi kasus bank Century
perlunya kerjasama dengan baik antara pemerintah, DPR-RI dan Bank Indonesia.
Pemerintah harus bertanggung jawab kepada nasabah Bank Century agar uangnya
bisa dicairkan.
Kemudian
siapa pun pihak pihak yang terbukti bersalah dalam proses penyelidikan dan
penyidikan kasus Bank Century, harus segera diproses, diadili, dan dijatuhi
hukuman yang sepantasnya. Jika pihak tersebut masih aktif bekerja di
pemerintahan, sebaiknya segera dinon-aktifkan.
Dan BPK sebagai lembaga yang independen dalam tugasnya
harus didukung, khususnya dalam menelusuri aliran dana PSPJ dan PMS di Bank
Century, dan mengumumkan kepada publik pihak-pihak yang terbukti menerima
aliran dana tersebut, lalu audit infestasi BPK harus dilakukan dengan tuntas
dan dibantu oleh Polri, kejaksaan, Pemerintah Bank Indonesia.
KPK dan PPATK harus didorong untuk menuntaskan kasus
ini. Keterlibatan polisi di dalam kasus ini harus ditolak karena mengandung
konflik kepentingan. Keterlibatannya sudah sepantasnya ditolak, mengingat kasus
BLBI yang nyatanya kandas di tengah jalan ketika ada di tangan polisi, jaksa,
dan hakim. Dan seharusnya juga ada trasparansi public dalam menyelesaikan
kasus Bank century sehingga tidak terjadi korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar